Bagian atas daun teratai yang terapung, merupakan contoh permukaan hidrofob yang sudah dikenal, akan menumpahkan air yang jatuh di atasnya. Prinsip ini telah digunakan sebagai sebuah model untuk teknologi, seperti jendela yang membersihkan dirinya sendiri secara otomatis.
Daun teratai ditutupi oleh permukaan kasar yang memiliki tonjolan-tonjolan berlilin, yang menyebabkan air membentuk gumpalan, dan tergelincir jatuh dari daun. Sekarang Lei Jiang dari Akademi Sains Cina di Beijing dan rekan-rekannya telah menemukan, mengapa, meski terapung di atas air, tidak ada sedikit air pun yang mengalir masuk ke dalam daun?
Mikroskop elektron menunjukkan, bahwa di dekat ujung daun, tonjolan-tonjolan berlilin digantikan oleh permukaan halus yang terdiri dari lipatan-lipatan dan alur-alur, sehingga mencegah aliran balik dari tetesan-tetesan air. Ini berarti, bahwa daun tersebut 50% lebih tahan terhadap perendaman, dibanding sebuah daun model yang memiliki permukaan halus.
Jiang menyebutkan, bahwa seperti permukaan daun teratai yang telah menjadi inspirasi untuk membuat permukaan-permukaan superhidrofob, apa yang ditemukan pada batas pinggir daun ini bisa dijadikan sebagai sebuah model dalam aplikasi, seperti tabung atau saluran-saluran mikrofluida yang memerlukan pengaliran keluar, atau penolakan arah aliran air.
Abraham Marmur, seorang profesor ilmu dan teknologi air di Technion-Israel Institute of Technology, Haifa, mengatakan, bahwa,“para peneliti ini seharusnya diberikan penghargaan atas temuannya yang telah membuka sebuah aspek baru dari daun bunga teratai.”
Dengan penemuan ini tentunya, dapat memberi inspirasi baru terhadap ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan superhidrofob ini.
Read more: http://siradel.blogspot.com/2010/09/penyebab-daun-teratai-tidak-basah.html
No comments:
Post a Comment